Kamis, 01 Maret 2012

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI Part 2

Rahasia Jalan menuju Rumah Tangga Sakinah menurut Kitab Riyadhus Shalihin.

Klik Terjemahan Kitab Riyadhus Shalihin.exe untuk mendownload


BAB 35
HAK SUAMI ATAS ISTRI (Yang Wajib dipenuhi Oleh Istri)

Allah Ta'ala Berfirman :
"Kaum lelaki itu adalah pemimpin atas kaum wanita "istri-istrinya", karena Allah telah melebihi sebagian mereka daridari yang lainnya, juga karena kaum lelaki telah menafkahkan dari sebahagian hartanya. Oleh sebab itu kaum wanita yang solehah ialah yang taat serta menjaga diiri diwaktu ketiadaan suaminya, sebagaimana yang telah diperintahkan untuk menjaga dirinya itu oleh Allah." (An Nisa : 34)

Keterangan:
Menilik isi yang tersirat dalam ayat di atas, maka Allah Ta'ala sudah memberikan ketentuan yang tidak dapat diubah-ubah atau sudah merupakan sunatullah, iaitu bahawa keharmonian rumahtangga itu, manakala lelaki dapat menguasai seluruh hal-ehwal rumahtangga, dapat mengatur dan mengawasi isteri sebagai kawan hidupnya dan menguasai segala sesuatu yang masuk dalam urusan rumahtangganya itu sebagaimana pemerintah yang baik, pasti dapat menguasai dan mengatur sepenuhnya perihal keadaan rakyat.

Manakala ini terbalik, misalnya isteri yang menguasai suami, atau sama-sama berkuasanya, sehingga seolah-olah tidak ada pengikut dan yang diikuti, tidak ada pengatur dan yang diatur, sudah pasti keadaan rumahtangga itu menemui kericuan dan tidak mungkin ada ketenangan dan ketenteraman di dalamnya.

Ringkasnya para suamilah yang wajib menjadi Qawwaamuun, yakni penguasa, khususnya kepada isterinya. Ini dengan jelas diterangkan oleh Allah perihal sebab-sebabnya, iaitu kaum lelakilah yang dikurniai Allah Ta'ala akal yang cukup sempurna, memiliki kepandaian dalam mengatur dan menguasai segala persoalan, juga kekuatannya pun dilebihkan oleh Allah bila dibandingkan dengan kaum wanita, baik dalam segi pekerjaan ataupun peribadatan dan ketaatan kepada Tuhan. Selain itu suami mempunyai pertanggunganjawab penuh untuk mencukupi nafkah seluruh isi rumahtangga itu.

Oleh sebab itu isteri itu baru dapat dianggap shalihah, apabila ia selalu taat pada Allah, melaksanakan hak-hak suami, memelihara diri di waktu suaminya tidak di rumah dan tidak seenaknya saja dalam hal memberikan harta yang menjadi milik suaminya itu. Dengan demikian isteri itu pun pasti akan dilindungi oleh Allah dalam segala hal dan keadaan, juga ditolong untuk dapat melaksanakan tanggungjawabnya yang dipikulkan kepadanya mengenai urusan rumahtangganya itu.

Adapun Hadis-hadisnya, maka di antaranya ialah Hadisnya 'Amr bin al-Ahwash di muka dalam bab sebelum ini - lihat Hadis no. 276.

282. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:

"Jikalau seseorang lelaki mengajak isterinya ke tempat tidurnya, tetapi isteri itu tidak mendatangi ajakannya tadi, lalu suami itu menjadi marah pada malam harinya itu, maka para malaikat melaknati - mengutuk - isteri itu sampai waktu pagi." (Muttafaq 'alaih)

Dalam riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim yang lain lagi, disebutkan demikian: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Apabila seseorang isteri meninggalkan tempat tidur suaminya pada malam harinya, maka ia dilaknat oleh para malaikat sampai waktu pagi."

Dalam riwayat lain lagi disebutkan sabda Rasulullah s.a.w. demikian:
Demi Zat yang jiwaku ada di dalam genggaman kekuasaanNya, tiada seseorang lelaki pun yang mengajak isterinya untuk datang di tempat tidurnya, lalu isteri itu menolak ajakannya, melainkan semua penghuni yang ada di langit - yakni para malaikat - sama murka pada wanita itu sehingga suaminya rela padanya - yakni mengampuni kesalahannya."

283. Dari Abu Hurairah r.a. pula bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Tiada halal - yakni haram - bagi seorang isteri untuk berpuasa - sunnat - sedangkan suaminya menyaksikan - yakni ada, melainkan dengan izin suaminya itu dan tidak halal mengizinkan seseorang lelaki lain pun untuk masuk rumahnya - baik lelaki lain mahramnya atau bukan, kecuali dengan izin suaminya." (Muttafaq 'alaih)
Dan yang di atas itu lafaznya Imam Bukhari.

284. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w. sabdanya:
"Semua orang dari engkau sekalian itu adalah pemimpin dan semuanya saja akan ditanya perihal pimpinannya. Seorang amir - pemerintah - adalah pemimpin, orang lelaki juga pemimpin pada keluarga rumahnya, orang perempuan pun pemimpin pada rumah suaminya serta anaknya. Maka dari itu semua orang dari engkau sekalian itu adalah pemimpin dan semua saja akan ditanya perihal pimpinannya." (Muttafaq 'alaih)

285. Dari Abu Ali, iaitu Thalq bin Ali r.a. bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Jikalau seseorang lelaki mengajak isterinya untuk keperluannya - masuk ke tempat tidur - maka wajiblah isteri itu mendatangi - mengabulkan - kehendak suaminya itu, sekalipun di saat itu isteri tadi sedang ada di dapur."
Diriwayatkan oleh Imam-Imam Tirmidzi dan an-Nasa'i dan Tirmidzi berkata bahawa ini adalah Hadis hasan.

286. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Andaikata saya boleh menyuruh seseorang untuk bersujud kepada orang lain, nescayalah saya akan menyuruh isteri supaya bersujud kepada suaminya."
Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahawa ini adalah Hadis hasan shahih.

287. Dari Ummu Salamah radhiallahu 'anha, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Mana saja wanita yang meninggal dunia sedang suaminya rela padanya - tidak sedang mengkal padanya, maka wanita itu akan masuk syurga."
Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahawa ini adalah Hadis hasan. 

288. Dari Usamah bin Zaid radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya:
"Saya tidak meninggalkan sesuatu fitnah sepeninggalku nanti yang fitnah itu Iebih besar bahayanya untuk dihadapi oleh kaum lelaki, Iebih hebat dari fitnah yang ditimbulkan oleh kerana persoalan orang-orang perempuan." (Muttafaq 'alaih) [30]

289. Dari Mu'az bin Jabal r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Tidaklah seseorang isteri itu menyakiti pada suaminya di dunia - baik hati atau badannya, melainkan isterinya yang dari bidadari yang membelalak matanya itu berkata: "Janganlah engkau menyakiti ia, semoga engkau mendapat siksa Allah. Hanyasanya ia di dunia itu adalah sebagai tamu bagimu, yang hampir sekali akan berpisah denganmu untuk menemui kita."

Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahawa ini adalah Hadis hasan.



Bab 36

Memberikan Nafkah Kepada Para Keluarga


Allah Ta'ala berfirman:
"Dan menjadi kewajipan ayah untuk mencukupkan keperluan rezeki - makan minum - serta pakaian dangan secara baik -sepantasnya - kepada ibu yang menyusukan anaknya." (al-Baqarah: 233)

Allah Ta'ala berfirman lagi:
"Hendaklah orang yang mampu itu memberikan nafkahnya sesuai dengan kemampuannya dan barangsiapa yang terbatas rezekinya, maka bendaklah memberikan nafkabnya sesuai dengan pemberian Allah kepadanya. Allah tidak memaksakan kepada seseorang melainkan sesuai dengan kurnia yang diberikan olehNya kepada orang itu." (at-Thalaq: 7)

Juga Allah Ta'ala berfirman:
"Dan segala sesuatu apa pun yang engkau semua nafkahkan, maka Allah tentu menggantinya." (Saba': 39)

290. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sebuah dinar yang engkau belanjakan untuk perjuangan fisabilillah, sebuah dinar yang engkau belanjakan untuk seseorang hamba sahaya - lalu dapat segera merdeka, sebuah dinar yang engkau sedekahkan kepada seseorang miskin dan sebuah dinar yang engkau nafkahkan kepada keluargamu, maka yang terbesar pahalanya ialah yang engkau nafkahkan kepada keluargamu itu." (Riwayat Muslim)

291. Dari Abu Abdillah (ada yang mengatakan namanya itu ialah Abu Abdirrahman) iaitu Tsauban bin Bujdud, yakni hamba sahaya Rasulullah s.a.w., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Seutama-utama dinar yang dinafkahkan oleh seseorang lelaki ialah dinar yang dinafkahkan kepada keluarganya, dan juga dinar yang dinafkahkan kepada kenderaannya untuk berjuang fi-sabilillah dan pula yang dinafkahkan kepada sahabat-sahabatnya untuk berjuang fisabilillah juga." (Riwayat Muslim)

292. Dari Ummu Salamah radhiallahu 'anha, katanya: "Saya bertanya: "Ya Rasulullah, adakah saya dapat memperolehi pahala jikalau saya menafkahi anak-anak Abu Salamah dan saya tidak membiarkan mereka berpisah begini begitu - yakni bercerai berai ke sana ke mari untuk mencari nafkahnya sendiri-sendiri, sebab hanyasanya mereka itu anak-anak saya juga - kerana Abu Salamah adalah suaminya Ummu Salamah." Beliau s.a.w. menjawab: "Ya, engkau memperolehi pahala dari apa yang engkau nafkahkan kepada anak-anak itu." (Muttafaq 'alaih)

293. Dari Sa'ad bin Abu Waqqash r.a. dalam Hadisnya yang panjang yang sudah kami huraikan sebelum ini dalam permulaan kitab, iaitu dalam bab niat, bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda kepadanya - Sa'ad - iaitu:
"Sesungguhnya engkau tiada menafkahkan sesuatu nafkahpun yang dengannya itu engkau mencari keredhaan Allah, melainkan engkau pasti diberi pahala kerana pemberian nafkahmu tadi, sampai pun sesuatu yang engkau jadikan untuk makanan mulut isterimu." (Muttafaq 'alaih)

294. Dari Mas'ud al-Badri r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Jikalau seseorang lelaki memberikan nafkah kepada keluarganya dengan niat mengharapkan keredhaan Allah, maka apa yang dinafkahkan itu adalah sebagai sedekah baginya - yakni mendapat kan pahala seperti orang yang bersedekah." (Muttafaq 'alaih)

295. Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Cukuplah seseorang menanggung dosa, jikalau ia menyia-nyiakan orang yang wajib ditanggung makannya."
Hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan lain-lain. Dan juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya dengan pengertian sebagaimana di atas itu, iaitu sabda Rasulullah s.a.w.: "Cukuplah seseorang itu menanggung dosa, jikalau ia menahan - tidak memberikan makan - kepada orang yang menjadi miliknya - tanggungannya."

296. Dari Abu Hurairah r.a. bahawasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Tiada suatu hari pun yang semua hamba Allah berpagi-pagi pada hari itu, melainkan ada dua malaikat yang turun - ke bumi, yang satu berkata: "Ya Allah, berikanlah kepada orang yang memberikan nafkah akan gantinya," sedang yang lainnya berkata: "Ya Allah, berikanlah kepada orang yang menahan - hartanya dan enggan menafkahkan akan kerosakan - menjadi habis sama sekali." (Muttafaq 'alaih)

297. Dari Abu Hurairah r.a. pula bahawasanya Nabi s.a.w. bersabda:
"Tangan bahagian atas itu lebih baik dari tangan bagian bawah - yakni yang memberi lebih baik daripada yang diberi. Dan mulailah dahulu dengan orang yang menjadi keluargamu. Sebaik-baik sedekah ialah yang diberikan di luar keperluan - yakni bahwa dirinya sendiri sudah cukup untuk kepentingannya dan kepentingan keluarganya. Barangsiapa yang menahan diri - tidak sampai meminta sekalipun miskin, maka Allah akan mencukupkan kebutuhannya dan barangsiapa yang merasa kaya - merasa cukup dengan apa yang ada disisinya, maka Allah akan membuatnya kaya - cukup dari segala keperluannya." (Riwayat Bukhari)



Bab 37

Memberikan Nafkah Dari Sesuatu Yang Disukai Dan Dari Sesuatu Yang Baik



Allah Ta'ala berfirman:
"Tidak sekali-kali engkau semua akan dapat memperoleh kebajikan, sehingga engkau semua suka membelanjakan dari sesuatu yang engkau cintai." (ali-lmran: 92)

Allah Ta'ala berfirman pula:
"Hai sekalian orang-orang yang berimah, nafkahkanlah sebagian yang baik-baik dari apa-apa yang engkau semua usahakan dan dari apa-apa yang Kami keluarkan dari bumi dan janganlah engkau semua sengaja memilihkan yang buruk-buruk di antara yang engkau semua nafkahkan itu." (al-Baqarah: 267)

298. Dari Anas r.a., katanya: "Abu Thalhah adalah seorang dari golongan kaum Anshar di Madinah yang terbanyak hartanya, terdiri dari kebun kurma. Di antara harta-hartanya itu yang paling dicintai olehnya ialah kebun kurma Bairuha'. Kebun ini letaknya menghadap masjid - Nabawi di Madinah. Rasulullah s.a.w. suka memasukinya dan minum dari airnya yang nyaman." Anas berkata: "Ketika ayat ini turun, yakni yang ertinya: "Engkau semua tidak akan memperolehi kebajikan sehingga engkau semua suka menafkahkan dari sesuatu yang engkau semua cintai," maka Abu Thalhah berdiri menuju ke tempat Rasulullah s.a.w., lalu berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman:
artinya sebagaimana di atas. Padahal hartaku yang paling saya cintai ialah kebun kurma Bairuha', maka sesungguhnya kebun itu saya sedekahkan untuk kepentingan agama Allah Ta'ala. Saya mengharapkan kebajikannya serta sebagai simpanan - di akhirat di sisi Allah. Maka dari itu gunakanlah kebun itu ya Rasulullah, sebagaimana yang Allah memberitahukan kepada Tuan. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Aduh, yang sedemikian itu adalah merupakan harta yang banyak keuntungannya - berlipat ganda pahalanya bagi yang bersedekah, yang sedemikian adalah merupakan harta yang banyak keuntungannya. Saya telah mendengar apa yang engkau ucapkan dan sesungguhnya saya berpendapat supaya kebun itu engkau berikan kepada kaum keluargamu - sebagai sedekah."

Abu Thalhah berkata: "Saya akan melaksanakan itu, ya Rasulullah." Selanjutnya Abu Thalhah membahagi-bahagikan kebun Bairuha' itu kepada keluarga serta anak-anak bap saudaranya." (Muttafaq 'alaih)

Sabda Nabi s.a.w.: Malun raabihun, diriwayatkan dalam kitab shahih Raabihun dan ada pula yang mengatakan Raayihun, jadi ada yang dengan ba' muwahhadah dan ada yang dengan ya' mutsannat, maksudnya menguntungkan yakni keuntungannya itu kembali padamu sendiri.

"Bairuha"' adalah suatu kebun kurma, diriwayatkan dengan kasrahnya ba' atau dengan fathahnya - jadi Biruha' atau Bairuha'.



Bab 38



Kewajiban Memerintah Keluarga Dan Anak-anak Yang Sudah Tamyiz, juga Semua Orang Yang Dalam Lingkungan Penjagaannya, Supaya Taat Kepada Allah Ta'ala Dan Melarang Mereka Dari Menyalahinya, Harus Pula Mendidik Mereka Dan Mencegah Mereka Dari Melakukan Apa-apa Yang Dilarang



Allah Ta'ala berfirman:
"Dan perintahlah keluargamu dengan sembahyang dan bersabarlah atasnya." (Thaha: 132)

Allah Ta'ala berfirman pula:
"Hai sekalian orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa neraka - Bahan bakarnya adalah para manusia dan batu." (at-Tahrim: 6)

299. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "al-Hasan bin Ali radhiallahu 'anhuma mengambil sebiji buah kurma dari kurma hasil sedekah lalu dimasukkannya dalam mulutnya. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Kakh, kakh - jijik, jijik -, lemparkan itu, adakah engkau tidak tahu bahawasanya kita - golongan Bani Hasyim dan Bani Muththalib - itu tidak halal makan benda sedekah." (Muttafaq 'alaih)

Dalam riwayat lain disebutkan "Bahawa bagi kita - golongan Bani Hasyim dan Bani Mutthalib - tidak halal makan sesuatu yang dari hasil sedekah."

Sabda Nabi s.a.w.: "Kakh, kakh", dikatakan dengan sukunnya kha' dan ada yang mengatakan pula dengan kasrahnya kha' serta ditanwinkan - lalu menjadi kakhin, kakhin. Ini adalah kata melarang kepada anak-anak dari apa-apa yang dianggap jijik atau kotor. Al-Hasan di kala itu masih kecil sebagai anak-anak.

300. Dari Abu Hafsh iaitu Umar r.a. bin Abu Salamah, yakni Abdullah bin Abdul-asad. Ia adalah anak tiri Rasulullah s.a.w. [31] katanya: "Saya pernah berada di pangkuan Rasulullah s.a.w. dan tanganku - ketika makan - berputar di seluruh penjuru piring, lalu Rasulullah s.a.w. bersabda padaku:

"Hai anak, bacalah Bismillahi Ta'ala - sebelum makan - dan makanlah dengan tangan kananmu, pula makanlah dari makanan yang ada di dekatmu saja." Maka senantiasa sedemikian itulah cara makanku sesudah itu." (Muttafaq 'alaih)

301. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Semua orang dari engkau sekalian itu adalah pemimpin dan semuanya saja akan ditanya tentang pimpinannya. Seorang imam - pemerintah - adalah pemimpin dan akan ditanya tentang pimpinannya. Seorang lelaki adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan ditanya tentang pimpinannya, seorang isteri adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan ditanya tentang pimpinannya. Seorang pelayan juga pemimpin dalam harta tuannya dan akan ditanya tentang pimpinannya. Maka semua orang dari engkau sekalian itu adalah pemimpin dan akan ditanya tentang pimpinannya." (Muttafaq 'alaih)

Hadis ini dengan jelas menyebutkan bahawa sekalipun sesuatu itu dipandang umum sangat remeh dan tidak perlu diperhatikan, seperti adab kesopanan di waktu makan-minum, duduk, bermain-main dan lain-lain sebagainya, tetapi Agama Islam tetap menyerukan kepada orang tua atau wali anak-anak, agar hal-hal itu diajarkan serta menegur mereka jika mereka berbuat yang tidak baik. Mengajarkan ini wajib dilaksanakan sejak kecil, agar terbiasa nantinya apabila telah dewasa dan orang lain akan menamakan "Anak yang mengerti tatasusila".

302. Dari 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari neneknya r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Perintahlah anak-anakmu untuk menjalankan shalat di waktu mereka berumur tujuh tahun dan pukullah mereka, jikalau melalaikan shalat di waktu mereka berumur sepuluh tahun. Juga pisahkanlah antara mereka itu dalam masing-masing tempat tidurnya."
Hadis hasan yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad yang hasan.

303. Dari Abu Tsurayyah iaitu Sabrah bin Ma'bad al-Juhani r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Pelajarilah anak-anak itu akan bersembahyang ketika berusia tujuh tahun dan pukullah ia jikalau melalaikan shalat ketika berumur sepuluh tahun."
Hadis hasan yang diriwayatkan oleh Imam-Imam Abu Dawud dan Termidzi mengatakan bahawa ini adalah Hadis hasan. Adapun lafaznya Abu Dawud iaitu: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Perintahlah anak-anak itu untuk bersembahyang ketika ia telah mencapai umur tujuh tahun."